Mudik 14 Januari 2018, Nengok Yai
Ingin aku menangis tapi tidak bisa
Begitulah judul yang tepat untuk tulisan saya ini.
Tidak semua kisahku bisa kutuliskan. Itu adalah PR besar yang mungkin saja tidak akan pernah bisa kutuliskan. Hari itu saya mudik bersama saudara kandung perempuan saya satu-satunya yang kami panggil Tari. Sudah lama kami tidak mudik.
Kami ingin menemui yai. Yai adalah penyebutan lain dari kakek dalam bahasa Indonesia. Kondisi kesehatan Yai kami terlihat semakin parah. Sudah 2 tahun Yai kami lumpuh. Kini, badan Yai kami tampak kurus tinggal kulit membungkus tulang.
Ketika kami datang Yai lagi tidur. Saat beliau bangun itu adalah momen yang agak mengagetkan. Yai seolah tampak kesulitan dalam mengenali kami. Terlihat dari tatapan beliau yang melotot menatap kami. Lama. Lama sekali beliau menatap kami seolah bertanya "mereka ini siapa?" Kemudian kami menghampiri yai. Membantu beliau mengingat bahwa kami ini cucu-cucunya. "Ini Deka Yai dan ini Tari" begitulah saya memperkenalkan diri kami lagi.
Agak lama baru kemudian Yai mengenali kami. Tanpa berkata apa-apa Yai terus melotot menatap kami satu persatu. Nenek pun juga ikut membantu meningkatkan tentang kami kepada Yai. Padahal dulu Yai termasuk orang yang memiliki daya ingat yang bagus.
Setelah terlihat bersusah payang mengingat, barulah kemudian Yai mengenali kami.
Yai peduli dan sayang pada kami meskipun beliau mungkin tidak akan tahu bahwa rasanya di hati ini, saya tidak merasakan apa-apa. Yai bahkan masih sempat berbicara untuk menyuruh kami untuk makan. Memang waktu telah menunjukkan tengah hari. Suara Yai kini juga tidak setegas dulu lagi. Lirih pelan dan sulit untuk didengarkan.
Saya bahkan bingung harus melakukan apa? Saya hanya berusaha berpura-pura peduli. Meskipun begitu saya menghargai rasa sayang dan pedulinya beliau kepada kami.
Saat makan, saya menawarkan diri untuk menyuapi Yai makan nasi. Kabarnya Yai sudah lama tidak maian nasi. Yai tampak lahap mengunyah nasi yang saya suapkan. Saya sendiri tidak yakin bahwa Yai sanggup menelan makanan berat berupa nasi. Saya menyuapinya sedikit-sedikit saja.
Saya merasa senang karena Yai mau makan nasi setelah saya yang menyuapinya makan.
Yai sepertinya berpura-pura mengunyah nasi yang saya suapkan itu meski sebenarnya saya curiga bahwa nasi tersebut tidak ditelan. Benar saja, nasi yang saya suapkan kepadanya hanya dikunyah-kunyah namun tidak bisa ditelan. Sambi heran, Kemudian saya bertanya karena merasa curiga. "Di telan dak Yai?" Begitulah pertanyaan saya. Yai tetap berusaha mengunyah nasi yang saya suapkan kepadanya.
Saya semakin curiga karena mulut Yai kembali terus mengunyah dan kemudian mengangap lagi minta disuapi sementara saya tidak melihat aktivitas kerongkongan Yai bergerak untuk menelan sesuatu.
Kemudian saya bertanya lagi, "ditelan dak Yai? Kalu dak tetelan, keluarke bae Yai dak usah dipakseke" barulah kemudian Yai berkata pelann sekaliii bahwa "dak tetelan" begitupah yang dikatakan Yai. Nasi tersebut tidak lagi bisa tertelan. Yai hanya bisa berusaha mengunyah dan mengangap saat saya menyuapinya.
Terenyuh. Yai sepertinya merasa sangat senang karena cucunya tersayang ini (Saya) bersedia menyuapinya makan secara perlahan. Perasaan senang itulah sepertinya yang membuat Yai kembali memaksakan diri mengunyah makanan nasi meskipun beliau tahu bahwa tidak mampu lagi melakukannya.
Kemudian nenek berkata kalau biasanya ketika disuapi nasi oleh nenek maka Yai pasti akan menolaknya. Bahagia. Ternyata bahagia itu sederhana, beliau bahagia saat saya selaku cucu tertua mau menyuapinya (meski hanya akting bagi saya). Yang saya lakukan hanyalah berpikir bahwa itu yang beliau mau. Sebuah kebahagiaan kecil ditengah satu persatu nikmat yang telah direngut sang pencipta.
Beginilah kronologis sakitnya Yai. Berawal dari jatuh saat ingin mengambil wudhu untuk sholat subuh. Sejak saat itu Yai menderita lumpuh di area bagian bawah tubuhnya. Saya mengabadikan kondisi Yai saat baru-baru lumpuh ke dalam beberapa video yang saya upload ke Channel YouTube pribadi saya http://youtube.com/c/dekafirhansyah1994
Perlahan, kondisi Yai semakin parah hingga tidak lagi sanggup menelan makanan yang masuk dari mulutnya. Yai hanya sanggup makan roti Roma kelapa (bukan endors) yang di adon bersama dengan susu.
Berikut Foto-foto dalam perjalanan kami
Kami memulai perjalanan dari rumah pukul 7:57
Di jalan, perjalanan kami sempat berhenti di beberapa tempat karena beberapa alasan
Beberapa foto-foto bersama yai dan nenek di dusun
Posting Komentar untuk "Mudik 14 Januari 2018, Nengok Yai"
Terima kasih sudah membaca tulisan saya, silakan berkomentar ya 😊